Iklan Terkait

Sabtu, 11 Juli 2015

ATURAN JAMINAN HARI TUA DIREVISI



ATURAN JAMINAN HARI TUA DIREVISI 

 








 ASPIRASI PEKERJAA DIAKOMODASI




Jakarta, KOMPAS – peraturan pemerintah nomor 46 Tahun 2015 tentang pelaksanaan Jaminan hari tua, yang ditandatangani pada 30 Juni 2015 segera direvisi. Langkah itu sesuai dengan perintah Presiden Joko Widodo untuk merespon kalangan pekerja.
Protes itu terkait ketentuan pencairan dana JHT, Khususnya bagi para pekerja peserta JHT yang kena pemutusan hubungan kerja (PHK) atau berhenti kerja.
Presiden memerintahkan Mentri ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri dan Direktur Badan penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Elvyn G Masasya merevisi PP tentang JHT. Keputusan merevisi PP ini ditegaskan Jum’at (3/7) tiga hari setelah PP itu ditandatangani oleh Presiden.
“Presiden memerintahkan bahwa para pekerja yang terkena PHK bisa mengambil JHT itu sebulan setelah kena PHK. Konsekuensinya akan ada revisi terhadap PP ini,” katan Hanif didampingi Elvyn di kantor Presiden, kemarin petang seusai di panggil Presiden.
Menurut Hanif, revisi PP hanya menyangkut ketentuan pencairan JHT bagi pekerja peserta JHT yang terkena PHK atau berhenti bekerja sebelum 1 Juli 2015. Dengan demikian pencairan JHT bagi pekerja yang terkena PHK atau berhenti bekerja tidak perlu menunggu kepesertaan JHT selama 10 tahun.
Revisi ini, tanbah Hanif, menjadikan ketentuan JHT yang karang menjadi lebih baik ketimbang ketentuan sebelumnya.
“Dulu kalau mencairkan harus kepesertaan 5 tahun ditambah masa tunggu sebulan. Dengan arahan presiden ini, kalau pekerja jadi peserta JHT lalu berhenti bekerja setelah berhenti bekerja bisa klaim JHT,” katanya.
Saat ditanya, mengapa opsi pengaturan peserta yang kena PHK atau berhenti bekerja itu tidak muncul dalam pembahasan PP No.  46/2015, Hanif enggan menjelaskan. Ia hanya menekankan, aspirasi yang disuarakan publik telah terjawab dengan revisi tersebut.
“ya, sudah, enggak usah mikirin itu yang penting sekarang yang menjadi aspirasi publik sudah ditangani. Move on . kalau kamu tahu PP no. 1/2009 tentang Jamsostek itu revisinya 9 kali!.” Katanya.
Elvyn mengakui , PP no. 46/2015 belum mengakomodasi penuh pihak yang terkena PHK. “Nah, dengan revisi ini kita telah mengakomodasi pekerja yang terkena PHK,” katanya.
Dalam ketentuan UU No. 40/2004 tentang sistem jaminan sosial nasional, khususnya pasa 37 Ayat 3, pembayaran manfaat JHT dapat diberikan sebagian sampai batas tertentu setelah peserta  mencapai minimal 10 tahun. Pengaturan dalam PP JHT yang baru hanya menjabarkan kata “sebagian”, yaitu dana bisa diambil 30 persen untuk uang perumahan dan 10 persen untuk lainnya. Selebihnya bisa diambil saat peserta tidak lagi produktif.
Dalam PP no 46/2015 tidak diatur soal pencairan JHT saat Pekerja terkena PHK atau berhenti kerja.
Ditempat terpisah, menteri koordinator bidang perekonomian Sofyan Djalil mengatakan, pemerintah sedang mencari jalan keluar.” Kami sudah sepakat, jika ada karyawan yang kena PHK, JHT dapat diambil. Dana itu mungkin lebih dibutuhkan saat itu juga dari pada menunggu di hari tua,” kata Sofyan.
Menurut Sofyan, revisi itu mempertimbangkan keresahan yang berkembang di masyarakat. Dia berpendepat, rencana revisi itu memberikan keadilan bagi peserta BPJS ketenaga kerjaan.
Aturan lama yang berdasarkan undang-undang Nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja menyebutkan, JHT bisa diambil kalau peserta mengalami PHK dan sudah menabung selama 5 Tahun, aturan lama lebih fair, meurut saya” kata Sofyan. Logikanya  JHT untuk kebutuhan hidup pada saat pekerja sudah tua. Namun pekerja yang belum memasuki usia pensiun kena PHK dapat mengambil uang iurannya untuk keperluan positif seperti modal kerja.
MEMBANTU PEKERJA
Sikap presiden yang memerintah merevisi PP tentang JHT, menurut koordinator BPJS Watch Timboel Siregar harus didukung. Sebab, revisi tersebut akan membantu pekerja yang di PHK.
Kendati demikian, Timboel menyarankan pemerintah untuk mencari dalil hukum sehingga pengambilan JHT untuk pekerja yang kena PHK tersebut memiliki dasar. Hal itu hmengacu pada UU No. 40/2004 tentang SJSN Pasal 37 yang mengatur manfaat JHT berupa uang tunai yang dibayarkan pada saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal, atau cacat total tetap.
“Agar PP yang direvisi tidak melanggal UU , harus ada aturan hukum yang menyatakan bahwa pengambilan JHT bagi pekerja yang mengalami PHK dibolahkan.” Katanya.
Timboel menambahkan, sebelumnya, pencairan JHT dengan syarat 5 tahun ditambah 1 bulan sangat membantu pekerja, khususnya yang mengalami PHK. “Uang dari JHT itu sangat menolong mereka membiayai kebutuhan keluarga saat tidak bekerja dan membutukan bantuan mencari kerja. “ Kata timboel.
Kondisi ini terkait pula dengan kenyataan banyak pekerja mengalami PHK tanpa pesangon.  Jika mendapat pesangon menunggu proses penyelesaian industrial yang butuh waktu 2-4 tahun.
“Jadi, pada kondisi seperti ini, pekerja sangat mengharapkan JHT. Regulasi yang mengharuskan menunggu kepesertaan 10 tahun tersebut menylitkan pekerja, terutama mengalami PHK,” kata Timboel.
Sebelumnnya, muncul petisi dilaman change.org yang digagas gilang mahardika dari yogykarta. Petisi yang ditujukan kepada BPJS ketenagakerjaan, Presiden Joko Widodo dan mentri ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri itu sudah didukung 98.848 orang, hingga pukul 22.30 kemarin. Petisi itu meminta pembatalan kebijakan baru pencarian dana JHT 10 tahun.
Ketua umu Asosiasi pengusaha indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani menyarankan pemerintah lebih masif menyosialisasikan program JHT. Dari sisi pengusaha, program ini untuk melindungi pekerja saat tidak lagi produktif, baik karena cacat tetap, meninggal , maupun memasuki usia  tua.
Vice Presiden Of Comunication Division BPJS ketenagakerjaan Abdul Cholik menuturkan syarat 5 tahu  ditambah 1 bulan berlaku sejak krisis moneter, sebelumnya 56 tahun. Saat krisis moneter pemerintah mengambil kebijakan JHT dapat diambil 5 tahun 1 bulan. Setelah itu keterusan katanya.
Abdul Cholik menyatakan , sebagai penyelengara dan operator, pihaknya siap memasuki keputusan pemerintah.
Sekertaris Jendral konfederasi serikat pekerjaa Indonesia (KSPI) Muhamad Rusdi mengatakan pemerintah terburu-buru menetapakan pencairan JHT. Keputusan itu akan terpengaruh akan penurunan daya beli buruh setgelah keluar dari pekerjaannya. Hal ini dikhawatirkan akan berdampak pada perekonomian Indonesia nantinya,” ujarnya saat berunjuk rasa di Bundara Hotel Indonesia, Jakarta kemarin.
Karyawan PT. Kaho Indah Citra Garment Tri Handoko (33) mengatakan , JHT tak ubahnya tabungan karyawan yang seharusnya bisa dinikmati sesuai dengan keperluan pesertanya. Sejak menjadi peserta 10 tahun lalu, Trihandoko sudah mengumpulkan JHT sebesar 15 juta, hasil dari iuran Rp. 65.000 perbulan. (CAS/WHY/NDY/MED/B12).
Sumber : Kompas SABTU 4 JULI 2015.
  
                       
                       
Pasar Tambun Online
Pasar Tambun Online Updated at:
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar